Mochtar Naim
09.35
By
Unknown
Antropologi
0
komentar
Mochtar
Naim | (lahir
di Nagari Sungai Penuh, Kerinci, Jambi, 25 Desember 1932; umur 81 tahun)
merupakan antropolog dan sosiolog Indonesia. Selain sebagai sosiolog ternama,
Mochtar Naim tampil kemuka sebagai ahli Minangkabau. Dalam beberapa seminar dan
tulisan-tulisannya, Mochtar kerap membagi budaya Nusantara kepada dua konsep
aliran. Polarisasi budaya yang digambarkan Mochtar adalah konsep budaya yang
bercirikan sentrifugal yang diwakili oleh budaya M (Minangkabau), berlawanan
dengan konsep budaya sentripetal-sinkretis yang diwakili oleh budaya J (Jawa).
Kehidupan
Mochtar Naim lahir
dalam keadaan sungsang. Ketika ia berusia lima tahun, ibunya meninggal saat
melahirkan adiknya. Ayahnya yang merupakan seorang pedagang kecil, pergi
menikah kembali. Dalam masa kecilnya itu, Mochtar diasuh keluarga ibunya yang
berasal dari Banuhampu, Agam, Sumatera Barat. Di nagari tersebut, Mochtar
sekolah hingga merampungkan SLA-nya di Bukittinggi.
Ia melanjutkan studi
sarjananya ke tiga universitas sekaligus, Universitas Gadjah Mada, PTAIN, dan
Universitas Islam Indonesia, yang kesemuanya di Yogyakarta. Kemudian studi
masternya dilanjutkan di Universitas McGill, Montreal. Melengkapi jenjang
pendidikannya, Mochtar mengambil gelar PhD-nya di University of Singapore.
Mochtar tercatat
sebagai pendiri Fakultas Sastra Universitas Andalas, 1980, dan sejak itu ia
menjadi dosen sosiologi universitas yang sama. Sebelum itu ia pernah duduk
sebagai Direktur Pusat Latihan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial Universitas
Hasanuddin di Makassar, dan Direktur Center for Minangkabau Studies, Padang.
Disertasi Merantau
Dalam disertasinya
di University of Singapore, Mochtar menulis disertasi yang berjudul Merantau:
Minangkabau Voluntary Migration. Disertasinya itu disampaikan pula dalam International
Congress of Orientalists di Canberra, Australia. Disertasinya yang kemudian
dibukukan, menjadi bahan rujukan bagi pengamat Minangkabau dalam melihat pola
hidup dan penyebaran masyarakat Minangkabau di seluruh dunia.
Teori Kebudayaan
Selain menggunakan
pendekatan dialektika (teori konflik) dalam melihat polarisasi budaya di
Indonesia,[1] Mochtar juga melahirkan istilah "Minang-kiau". Istilah
ini dipersepsikannya dari kebiasaan orang Minang yang suka merantau dan
berdagang, seperti halnya orang Cina Perantauan (Hoa-kiau). Lebih jauh lagi
Mochtar berpendapat bahwa di samping merantau dan berdagang, pola hidup
masyarakat Minangkabau yang sangat menonjol adalah suka berpikir dan menelaah.
Sehingga dari kebiasaan itu, Minangkabau banyak melahirkan para pemikir dan
tokoh-tokoh yang berpengaruh. Melihat kecenderungan ini, maka Mochtar juga
menyamakan masyarakat Minang sebagai "Yahudinya Indonesia"
sumber : wikipedia
0 komentar: